Minggu, 12 Oktober 2014

SEJARAH SUNDA GALUH

Daerah Galuh yang sekarang bernama Ciamis memiliki perjalanan sejarah sangat panjang. Hal itu terbukti dari periodisasi yang dilewatinya, yaitu masa pra-sejarah, masa kerajaan (abad ke-8 – abad ke-16), masa kekuasaan Mataram, kekuasaan Kompeni, dan Belanda/Hindia Belanda (akhir abad ke-16 – awal tahun 1942), masa pendudukan Jepang (awal tahun 1942 – 15 Agustus 1945), dan masa kemerdekaan (17 Agustus 1945 – sekarang). Perjalanan sejarah Galuh yang panjang itu sampai sekarang masih belum terungkap secara komprehensip, bahkan beberapa bagian/episode sejarah Galuh masih “gelap”. Selain itu, sejarah Galuh masa kerajaan masih banyak bercampur dengan mitos atau legenda, sehingga ceritera tentang Galuh masa kerajaan pun terdapat beberapa versi.
Belum adanya penulisan sejarah Galuh yang komprehensip kiranya disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, Pemda Kabupaten Ciamis terkesan kurang menaruh perhatian terhadap sejarah daerahnya sendiri. Kedua, kurangnya sejarawan yang berminat untuk mengungkap sejarah Galuh, antara lain karena kegiatan itu memerlukan biaya cukup besar untuk mencari dan meneliti sumbernya. Sekalipun sudah ada hasil penelitian sejarah Galuh, tetapi uraiannya hanya berupa garis besar mengenai aspek atau kurun waktu tertentu.
Sejarah bukan hanya memiliki fungsi informatif, tetapi juga fungsi edukatif, bahkan sesungguhnya memiliki fungsi pragmatik, khususnya bagi pemda daerah setempat. Hal itu disebabkan sejarah adalah suatu proses kausalitas yang ber-kesinambungan. Kehidupan masa kini adalah hasil kehidupan masa lampau, dan kehidupan masa mendatang akan tergantung dari sikap kita dalam mengisi kehidupan masa sekarang. Oleh sebab itu kita harus pandai belajar dari sejarah, karena sejarah adalah “obor kebenaran” dan “obor” agar kita tidak “pareumeun obor”.
Atas dasar hal tersebut, seyogyanya bila Pemda Kabupaten Ciamis dan “Wargi Galuh” menaruh perhatian terhadap sejarah Galuh, antara lain agar kita benar-benar memahami bagaimana jati diri putera Galuh.
1. Asal-Usul dan Arti Kata Galuh
“Galuh” berasal dari kata Sansakerta yang berarti sejenis batu permata. Kata “galuh” juga biasa digunakan sebagai sebutan bagi ratu yang belum menikah (“raja puteri”). Sejarawan W.J. van der Meulen berpendapat bahwa kata “galuh” berasal dari kata “sakaloh” yang berarti “asalnya dari sungai”. Ada pula pendapat yang menyatakan, bahwa kata “galuh” berasal dari kata “galeuh” dalam arti inti atau bagian tengah batang kayu yang paling keras. Pengertian mana yang tepat dari kata “galuh” untuk daerah yang sekarang bernama Ciamis? Hal itu memerlukan kajian secara khusus dan mendalam.
2. Galuh Masa Kerajaan
Galuh memang pernah menjadi sebuah kerajaan. Akan tetapi ceritera tentang Kerajaan Galuh, terutama pada bagian awal, penuh dengan mitos. Hal itu disebabkan ceritera itu berasal dari sumber sekunder berupa naskah yang ditulis jauh setelah Kerajaan Galuh lenyap. Misalnya, Wawacan Sajarah Galuh antara lain menceriterakan bahwa Kerajaan Galuh berlokasi di Lakbok dan pertama kali diperintah oleh Ratu Galuh. Setelah banjir besar yang dialami oleh Nabi Nuh surut, pusat Kerajaan Galuh pindah ke Karangkamulyan dan nama kerajaan berganti menjadi Bojonggaluh. Dikisahkan pula putera Ratu Galuh, yaitu Ciung Wanara berselisih dengan saudaranya Hariang Banga. Perselisihan itu berakhir dengan permufakatan, bahwa kekuasaan atas Pulau Jawa akan dibagi dua. Ciung Wanara berkuasa di Pajajaran dan Hariang Banga menguasasi Majapahit. Selama belum ada sumber atau fakta kuat yang mendukungnya, kisah seperti itu adalah mitos (Bagi guru sejarah, ceritera yang bersifat mitos boleh-boleh saja disampaikan kepada para siswa, dengan catatan harus benar-benar ditegaskan, bahwa ceritera itu adalah mitos yang kebenarannya sulit dipertanggungjawabkan).
Ceritera tentang Kerajaan Galuh yang dapat dipercaya adalah berita dalam sumber primer berupa prasasti, naskah sejaman (ditulis pada jamannya atau tidak jauh dari peristiwa yang diceriterakannya), dan sumber lain yang akurat. Menurut sumber-sumber tersebut, Galuh sebagai nama satu daerah di Jawa Barat—Dalam Peta Pulau Jawa, kata “galuh” digunakan pula menjadi bagian nama atau bagian nama beberapa tempat, seperti Galuh (Purbalingga), Rajagaluh (Majalengka), Sirah Galuh (Cilacap), Galuh Timur (Bumiayu), Segaluh dan Sungai Begaluh (Leksono), Samigaluh (Purworejo), dan Hujung (Ujung) Galuh di Jawa Timur) muncul dalam panggung sejarah pada abad ke-8. Setelah Kerajaan Tarumanagara (abad ke-5 s.d. abad ke-7) berakhir, di daerah Jawa Barat berdiri Kerajaan Sunda (abad. ke-8 s.d. abad ke-16). Pusat kerajaan itu berpindah-pindah, dari Galuh pindah ke Pakuan Pajajaran/Bogor (± abad ke-11 s.d abad ke-13), kemudian pindah lagi ke Kawali (abad ke-14). Selanjutnya kerajaan itu kembali berpusat di Pakuan Pajajaran, sehingga lebih dikenal dengan nama Kerajaan Pajajaran.
Nama kerajaan seringkali berubah dengan sebutan nama ibukotanya. Oleh karena itu, tidak heran bila ketika Kerajaan Sunda beribukota di Galuh, kerajaan itu disebut juga Kerajaan Galuh. Diduga pusat/daerah inti Galuh waktu itu adalah Imbanagara sekarang. Raja terkenal yang berkuasa di Galuh adalah Sanjaya. Ketika kerajaan itu berpusat di Kawali (abad ke-14) diperintah oleh Prabu Maharaja (di kalangan masyarakat setempat, raja ini dikenal dengan nama Maharaja Kawali). Pada masa pemerintahan raja itulah agama Islam masuk ke Kawali dari Cirebon antara tahun 1528-1530.
Ketika Kerajaan Sunda/Pajajaran diperintah oleh Nusiya Mulya (paruh kedua abad ke-16), eksistensi kerajaan itu berakhir akibat gerakan kekuatan Banten di bawah pimpinan Maulana Yusuf dalam rangka menyebarkan agama Islam. Peristiwa itu terjadi tahun 1579/1580. Sejak itu Pakuan Pajajaran berada di bawah kekuasaan Banten.
Setelah Kerajaan Sunda/Pajajaran berakhir, Galuh berdiri sendiri sebagai ke-rajaan merdeka (1579/1580 – 1595). Sementara itu, berdiri pula Kerajaan Sumedang Larang (± 1580-1620) dengan ibukota Kutamaya. Kerajaan Galuh diperintah oleh Prabu (Maharaja) Cipta Sanghiang di Galuh, putera Prabu Haurkuning. Batas-batas wilayah Kerajaan Galuh waktu itu adalah : Sumedang batas sebelah utara, Galunggung dan Sukapura batas sebelah barat, Sungai Cijulang batas sebelah selatan, dan Sungai Citanduy batas sebelah timur. Perlu disebutkan bahwa daerah Majenang, Dayeuhluhur, dan Pegadingan yang sekarang masuk wilayah Jawa Tengah, semula termasuk wilayah Galuh. Di tempat-tempat tersebut sampai sekarang pun masih terdapat orang-orang berbahasa Sunda.
3. Galuh di bawah kekuasaan Mataram
Di bawah kekuasaan Mataram, daerah-daerah di Priangan yang semula berstatus kerajaan berubah menjadi kabupaten. Galuh berada di bawah kekuasaan Mataram antara tahun 1595-1705. Galuh pertama kali jatuh ke dalam kekuasaan Mataram, ketika Mataram diperintah oleh Sutawijaya alias Panembahan Senopati (1586-1601). Oleh penguasa Mataram, Galuh dimasukkan ke dalam wilayah administratif Cirebon. Setelah Prabu Cipta Sanghiang di Galuh meninggal, ia digantikan oleh puteranya bernama Ujang Ngekel bergelar Prabu Galuh Cipta Permana (1610-1618), berkedudukan di Garatengah (daerah sekitar Cineam, sekarang masuk wilayah Kabupaten Tasikmalaya). Prabu Galuh Cipta Permana yang telah masuk Islam (semula beragama Hindu) menikah dengan puteri Maharaja Kawali bernama Tanduran di Anjung. Selain Garatengah, di wilayah Galuh terdapat pusat-pusat kekuasaan, dikepalai oleh seseorang yang ber-kedudukan sebagai bupati dalam arti raja kecil. Pusat-pusat kekuasaan itu antara lain Cibatu, Utama (Ciancang), Kertabumi (Bojong Lopang), dan Imbanagara.
Mataram menguasai Galuh kemudian Sumedang Larang (1620) dalam usaha menjadikan Priangan sebagai daerah pertahanan di bagian barat dalam menghadapi kemungkinan serangan pasukan Banten dan Kompeni yang berkedudukan di Batavia. Kekuasaan Mataram di Galuh lebih tampak ketika Mataram diperintah oleh Sultan Agung (1613-1645) dan Galuh diperintah oleh Adipati Panaekan (1618-1625), putera Prabu Galuh CiptaPermana, selaku Bupati Wedana. Penguasaan Mataram terhadap Galuh dan Sumedang Larang sifatnya berbeda. Galuh dikuasai oleh Mataram melalui cara kekerasan, karena pihak Galuh melakukan perlawanan. Sebaliknya, Sumedang Larang jatuh ke bawah kekuasaan Mataram karena berserah diri, antara lain karena adanya hubungan keluarga antara Raden Aria Suriadiwangsa penguasa Sumdang Larang dengan penguasa Mataram.
Tahun 1628 Mataram merencanakan penyerangan terhadap Kompeni di Batavia dan meminta bantuan para kepala daerah di Priangan. Ternyata rencana itu me-nimbulkan perbedaan pendapat yang berujung menjadi perselisihan di antara para kepada daerah di Priangan. Dalam hal ini, Adipati Panaekan berselisih dengan adik iparnya, yaitu Dipati Kertabumi, Bupati Bojonglopang, putera Prabu Dimuntur. Dalam perselisihan itu Adipati Panaekan terbunuh (1625). Ia digantikan oleh puteranya bernama Mas Dipati Imbanagara yang berkedudukan di Garatengah (Cineam). Pada masa pemerintahan Dipati Imbanagara, ibukota Kabupaten Galuh dipindahkan dari Garatengah (Cineam) ke Calincing. Tidak lama kemudian pindah lagi ke Bendanegara (Panyingkiran).
Ketika pasukan Mataram menyerang Batavia (1628), kepala daerah di Priangan memberikan bantuan. Pasukan Galuh dipimpin oleh Bagus Sutapura, pasukan Priangan dipimpin oleh Dipati Ukur, Bupati Wedana Priangan. Dipati Ukur memang mendapat tugas khusus dari Sultan Agung untuk mengusir Kompeni dari Batavia. Ternyata Dipati Ukur gagal melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, ia memberontak terhadap Mataram.
Pemberontakan Dipati Ukur yang berlangsung lebih-kurang empat tahun (1628-1632) merupakan faktor penting yang mendorong Sultan Agung tahun 1630-an memecah wilayah Priangan di luar Sumedang menjadi beberapa kabupaten, termasuk Galuh. Wilayah Galuh dipecah menjadi beberapa pusat kekuasaan kecil, yaitu Utama diperintah oleh Sutamanggala, Imbanagara diperintah oleh Adipati Jayanagara, Bojong-lopang diperintah oleh Dipati Kertabumi, dan Kawasen diperintah oleh Bagus Sutapura. Khusus kepala-kepala daerah yang berjasa membantu menumpas pemberontakan Dipati Ukur diangkat oleh Sultan Agung menjadi bupati di daerah masing-masing. Tahun 1634 Bagus Sutapura dikukuhkan menjadi Bupati Kawasen—Kepala daerah lain yang diangkat menjadi bupati antara lain Ki Astamanggala (Umbul Cihaurbeuti) menjadi bupati Bandung dengan gelar Tumenggung Wiraangunangun, Ki Wirawangsa (Umbul Sukakerta) menjadi bupati Sukapura dengan gelar Tumenggung Wiradadaha, dan Ki Somahita (Umbul Sindangkasih) menjadi bupati Parakanmuncang dengan gelar Tumenggung Tanubaya.) (daerah antara Banjarsari – Padaherang). Ia memrintah Kawasen sampai dengan 1653, kemudian digantikan oleh puteranya bernama Tumenggung Sutanangga (1653-1676). Sementara itu, Dipati Imbanagara yang dicurigai oleh pihak Mataram berpihak kepada Dipati Ukur, dijatuhi hukuman mati (1636). Namun puteranya, yaitu Adipati Jayanagara (Mas Bongsar) diangkat menjadi Bupati Garatengah. Imbanagara dijadikan nama kabupaten dan Kawasen digabungkan dengan Imbanagara.
Pertengahan tahun 1642 Adipati Jayanagara memindahkan lagi ibukota Kabupaten Galuh ke Barunay (daerah Imbanagara sekarang). Pemindahan ibukota kabupaten yang terjadi tanggal 14 Mulud tahun He (12 Juni 1642—Sejak tahun 1970-an, Pemda Kabupaten Ciamis menganggap tanggal 12 Juni 1642 sebagai Hari Jadi Kabupaten Ciamis. Mengenai Hari Jadi Ciamis, dibicarakan pada akhir tulisan ini). itu dilandasi oleh dua alasan. Pertama, Garatengah dan Bendanegara memberi kenangan buruk dengan ter-bunuhnya Adipati Panaekan dan Dipati Imbanagara. Kedua, Barunay dianggap lebih cocok menjadi pusat pemerintahan dan akan membawa perkembangan bagi kabupaten tersebut. Hal itu antara lain ditunjukkan oleh masa pemerintahan Adipati Jayanagara yang berlangsung selama 42 tahun. Selama waktu itu, daerah-daerah kekuasaan lain, yaitu Kawasen, Kertabumi, Utama, Kawali, dan Panjalu dihapuskan. Semua daerah itu menjadi wilayah Kabupaten Galuh. Dengan demikian, Kabupaten Galuh memiliki wilayah yang sangat luas, yaitu dari Cijolang sampai ke pantai selatan dan dari Citanduy sampai perbatasan Sukapura.
Setelah Adipati Jayanagara meninggal, kedudukannya sebagai bupati digantikan oleh Anggapraja. Akan tetapi tidak lama kemudian jabatan itu diserahkan kepada adiknya bernama Angganaya. Sementara itu, daerah Utama digabungkan dengan Bojonglopang, dikepalai oleh Wirabaya. Dipati Kertabumi yang semula memerintah Bojonglopang, dipindahkan ke Karawang dan menjadi cikal-bakal bupati Karawang.
Tahun 1645 setelah Sultan Agung meninggal, Amangkurat I putera Sultan Agung kembali melakukan reorganisasi wilayah Priangan. Wilayah itu dibagi menjadi beberapa daerah ajeg (setarap kabupaten), antara lain Sumedang, Bandung, Parakan-muncang, Sukapura, Imbanagara, Kawasen, Galuh, dan Banjar.
4. Galuh di bawah kekuasaan Kompeni (VOC/Verenigde Oost-Indische Compagnie, yaitu Perkumpulan Perseroan Belanda di Hindia Timur)
Akhir tahun 1705 Galuh sebagai bagian dari wilayah Priangan timur diserahkan oleh penguasa Mataram kepada Kompeni melalui perjanjian tanggal 5 Oktober 1705. Wilayah Priangan barat jatuh ke dalam kekuasaan Kompeni lebih dahulu, yaitu tahun 1677—Sejak tahun 1677 di wilayah Priangan memberlakukan penanaman wajib, terutama kopi dan nila (tarum) dalam sistem yang disebut Preangerstelsel). Mataram menyerahkan Priangan kepada Kompeni sebagai upah membantu mengatasi kemelut perebutan tahta Mataram—kompeni membantu Pangeran Puger dalam usaha merebut tahta Mataram dari keponakannya, yaitu Amangkurat III alias Sunan Mas). Namun demikian, Galuh dan daerah Priangan timur lainnya tetap berada dalam wilayah administratif Cirebon.
Sebelum terjadinya perjanjian 5 Oktober 1705, Kompeni sudah mengangkat Sutadinata menjadi Bupati Galuh (1693-1706) menggantikan Angganaya yang meninggal. Ia kemudian diganti oleh Kusumadinata I (1706-1727). Waktu itu Priangan berada di bawah pengawasan langsung Pangeran Aria Cirebon sebagai wakil Kompeni.
Beberapa waktu kemudian, Bupati Kawasen Sutanangga diganti oleh Patih Ciamis yang dianggap orang ningrat tertua dan terpandai di Galuh. Daerah Utama digabungkan dengan Bojonglopang.
Bupati Galuh berikutnya adalah Kusumadinata II (1727-1732). Oleh karena ia tidak memiliki putera, maka setelah ia meninggal kedudukannya digantikan oleh keponakannya bernama Mas Garuda, sekalipun keponakannya itu belum dewasa. Oleh karena itu, pemerintahan dijalankan oleh tiga orang wali, seorang di antaranya adalah ayah Mas Garuda sendiri, yaitu Raden Jayabaya Patih Imbanagara. Mas Garuda baru memegang pemerintahan sendiri mulai tahun 1751 hingga tahun 1801, dengan gelar Kusumadinata III. Ia digantikan oleh Raden Adipati Natadikusuma (1801-1806).
Pada masa peralihan kekuasaan dari Kompeni kepada Pemerintah Hindia Belanda, Kabupaten Imbanagara dihapuskan. Daerah itu digabungkan dengan Galuh dan Utama. Ketiga daerah itu diperintah oleh Bupati Galuh. Menurut sumber tradisional (Wawacan Sajarah Galuh), peristiwa itu terjadi akibat konflik antara Raden Adipati Natadikusuma dengan seorang pejabat VOC yang bersikap dan bertindak kasar. Raden Adipati Natadikusuma ditahan di Cirebon. Kedudukannya sebagai Bupati Imbanagara diganti oleh Surapraja dari Limbangan (1806-1811).
Di bawah kekuasaan Kompeni, sistem pemerintahan tradisional yang dilakukan para bupati pada dasarnya tidak diganggu. Hal itu berlangsung pula pada masa pemerintahan Hindia Belanda (1808-1942).
5. Galuh Masa Pemerintahan Hindia Belanda
Akhir Desember 1799 kekuasaan Kompeni berakhir akibat VOC bangkrut. Kekuasaan di Nusantara diambilalih oleh Pemerintah Hindia Belanda yang dimulai oleh pemerintahan Gubernur Jenderal H.W. Daendels (1808-1811). Di bawah pemerintahan Hindia Belanda, Galuh tetap berada dalam wilayah administratif Cirebon.
Pada akhir masa pemerintahan Daendels, Bupati Imbanagara Surapraja meninggal (1811). Bupati Imbanagara selanjutnya dijabat oleh Jayengpati Kertanegara, merangkap sebagai Bupati Cibatu (Ciamis). Setelah pensiun, ia digantikan oleh Tumenggung Natanagara. Penggantinya adalah Pangeran Sutajaya asal Cirebon. Oleh karena selalu berselisih paham dengan patihnya, Pangeran Sutajaya kembali ke Cirebon. Jabatan Bupati Imbanagara kembali dipegang oleh putera Galuh, yaitu Wiradikusuma, dan nama kabupaten ditetapkan menjadi Kabupaten Galuh. Tahun 1815 Bupati Wiradikusuma memindahkan ibukota kabupaten dari Imbanara ke Ciamis.
Pada masa pemerintahan Bupati Galuh berikutnya, yaitu Adipati Adikusumah (1819-1839), putera Bupati Wiradikusuma, Kawali dan Panjalu dimasukkan ke dalam wilayah Kabupaten Galuh. Bupati Adipati Adikusumah menikah dengan puteri Jayengpati (Bupati Cibatu). Dari perkawinan itu kemudian lahir seorang anak laki-laki bernama Kusumadinata. Ia kemudian menggantikan ayahnya menjadi Bupati Galuh (1839-1886) dengan gelar Tumenggung Kusumadinata. Selanjutnya ia berganti nama menjadi Raden Adipati Aria Kusumadiningrat. Ia adalah Bupati Galuh terkemuka yang dikenal dengan julukan “Kangjeng Prebu”.
Sejak tahun 1853, Bupati R.A.A. Kusumadiningrat tinggal di Keraton Sela-gangga yang dilengkapi oleh sebuah masjid dan kolam air mancur. Tahun 1872 di halaman keraton dibangun tempat pemandian yang disebut Jambansari—Pemandian itu sering digunakan oleh warga masyarakat dengan maksud “ngalap berkah” dari “Kangjeng Prebu”). Antara tahun 1859-1877, dibangun beberapa gedung di pusat kota kabupaten (Ciamis). Gedung-gedung dimaksud adalah gedung kabupaten yang cukup megah (di lokasi Gedung DRPD sekarang), Masjid Agung, Kantor Asisten Residen (gedung kabupaten sekarang), tangsi militer, penjara, kantor telepon, rumah kontrolir, dan lain-lain.
Bupati R.A.A. Kusumadiningrat sangat besar jasanya dalam memajukan ke-hidupan rakyat Kabupaten Galuh. Jasa-jasa itu antara lain membuat sejumlah irigasi, membuka sawah beribu-ribu bau, mendirikan tiga buah pabrik penggilingan kopi, membuka perkebunan kelapa, membangun jalan antara Kawali – Panjalu, mendirikan “Sakola Sunda” di Ciamis (1862) dan di Kawali (1876). Atas jasa-jasa tersebut, ia memperoleh tanda kehormatan atau atribut kebesaran dari Pemerintah Hindia Belanda berupa Songsong Kuning (payung kebesaran berwarna kuning mas) tahun 1874) dan bintang Ridder in de Orde van den Nederlandschen Leeuw (“Bintang Leo”) tahun 1878).
Jabatan Bupati Galuh selanjutnya diwariskan kepada puteranya, yaitu R.A.A. Kusumasubrata (1886-1914). Pada masa pemerintahan bupati ini, mulai tahun 1911 Ciamis dilalui oleh jalan kereta api jalur Bandung – Cilacap.via Ciawi-Malangbong-Tasikmalaya. Pada masa pemerintahan Bupati Galuh berikutnya, yaitu Bupati R.T.A. Sastrawinata (1914-1935), Kabupaten Galuh dilepaskan dari wilayah administratif Cirebon dan masuk ke dalam wilayah Keresidenan Priangan (tahun 1915). Nama Kabupaten diubah menjadi Kabupaten Ciamis. Antara tahun 1926-1942, Ciamis masuk ke dalam Afdeeling Priangan Timur bersama-sama dengan Tasikmalaya dan Garut, dengan ibukota afdeeling di kota Tasikmalaya.
6. Hari Jadi Kabupaten Ciamis
Telah dikemukakan, bahwa pada masa pemerintahan Adipati Jayanagara ibukota Kabupaten Galuh dipindahkan ke Barunay (daerah Imbanagara sekarang). Peristiwa itu terjadi tanggal 14 Mulud tahun He atau tanggal 12 Juni 1642 Masehi. Sekarang tanggal 12 Juni 1642 dipilih dan ditetapkan oleh Pemda Kabupaten Ciamis sebagai Hari Jadi Kabupaten Ciamis. Alasan atau dasar pertimbangannya adalah kepindahan ibukota kabupaten itu membawa perkembangan bagi Kabupaten Galuh. Sejak itulah Kabupaten Galuh mulai menunjukkan perkembangan yang berarti.
Tepatkah pemilihan tanggal tersebut?
Bila dikaji secara objektif dan kritis, menurut penulis, pemilihan tanggal 12 Juni 1642 sebagai Hari Jadi Kabupaten Ciamis atau Hari Jadi Kabupaten Galuh sekalipun adalah keliru atau kurang tepat. Pertama, bagi orang yang tidak memahami sejarah Galuh, pemilihan tanggal tersebut akan mengandung arti bahwa Kabupaten Galuh berdiri pada tanggal 12 Juni 1642, padahal jauh sebelum tanggal itu Kabupaten Galuh sudah berdiri. Kedua, Kabupaten Galuh berubah namanya menjadi Kabupaten Ciamis terjadi pada dekade kedua abad ke-20 (1915), setelah Galuh dilepaskan dari wilayah administratif Cirebon.
Atas dasar hal tersebut dan untuk kebenaran sejarah, seyogyanya hari jadi Kabupaten Ciamis dikaji ulang. Menurut penulis, hari jadi Kabupaten Ciamis seharusnya mengacu pada momentum awal berdirinya kabupaten itu, atau mengacu pada tanggal perubahan nama kabupaten dari Kabupaten Galuh menjadi Kabupaten Ciamis.



SYEKH H. ABDUL MUHYI


Syekh Haji Abdul Muhyi

PAMIJAHAN
 
Bagi sauada yang berada di Jawa Barat Pamijahan Mungkin tidak asing lagi, Pamijahan adalah sebuah kampung yang letaknya di pinggir kali, sehingga dimana kali itu banjir, biasanya kampung itu tertimpa banjir seperti yang pernah dialami sampai beberapa rumah hanyut terbawa air bah.
Pamijahan itu sebagai ibu kota Kedusunan, juga sebagai Ibu Kota Desa Pamijahan (yang dulunya Desa Bongas), kecamatan Bantarkalong Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat.
Di sana ada sebuah makam Waliyullah yang telah dikenal sejak nenek moyang penduduk Pamijahan, yang bernama : SYEKH HAJI ABDUL MUHYI" bin Sembah Lewe Wartakusumah dari seorang ibu yang bernama : R. Ajeng Tanganijah.


Asal Mulanya
Menurut sumber yang dapat di percaya pada Bulan Rabiul Awal sekitar tahun 1109 H/1688 M, datanglah Cendekiawan dari daerah Kuningan Cirebon. Mengenai perkiraan tahun datangnya yaitu dihubungkan dengan berdirinya Mataram dan Sunan Gunungjati Cirebon. Hubungan dengan Mataram karena ada surat dari Mataram ke Pamijahan mengenai pengistimewaan daerah/daerah pasidkah (surat ada di Pak Kuncen). Sedangkan tersiarnya Agama Islam di Mataram pada tahun 1525 M.
Hubungan dengan Cirebon (Fatetehan/SG. Jati) karena banyak waktu datang di Darma Kuningan sudah banyak penganut Agama Islam, sedangkan penyebar Agama Islam di sana adalah Faletehan sejak tahun 1527 M, dan selanjutnya termashurlah beliau sebagai Sunan Gunung Jati sejak tahun 1552 M.

Silsilah  Syekh Haji Abdul Muhyi
Garis Ketururan dari Ayah
Ratu Caluh
Ratu Puhun
Kuda Lanjar
Mudik Cikawung Ading
Entol Penengah
Sembah Lebe Wartakusumah
Syekh Haji Abdul Muhyi
Garis Keturunan dari Ibu
Baginda Nabi Muhammad SAW
Sayyidatina Siti Fatimah
Sayyidina Husain
Sayyidina Zainal Abidin
Sayyidina Syekh Ja'far Sidik
Sayyidina Syekh Kasim Al-Kamil
Sayyidina Syekh Isa Al-Basri
Sayyidina Syekh Abdul Abu Najii
Sayyidina Syekh Ubaidillah
Sayyidina Syekh Muhammad
Sayyidina Syekh Almy
Sayyidina Syekh Ali Al-Gayam
Sayyidina Syekh Muhammad
Sultan Abdul Fatah Raja India
Sultan Abdul Khan Jalaludin
Syekh Jamaluddin Al-Husen
Syekh Maulana Ibrahim Zainal Akbar
Syekh Ali Maulana Ali Murtadhu
Syekh Maulana Ishak
Syekh Sunan Ciri Raden Paku
Syehk Pangeran Laya Atam Sunan Giri Laya
Syekh Adi Pati Wiracandra
Kentol Sambirana
Ny. Ra. Ajeng Tangadijah
Syekh Haji Abdul Muhyi Waliyullah
 Beliau dilahirkan di Mataram dan dibesarkan di Gresik. Pendidikannya, semasa kecilnya menuntut ilmu Agama Islam di gresik dan Ampel, selanjutnya kira-kira usia 19 tahun beliau pindah ke Kuala daerah Aceh selama delapan tahun. (Dari tahun 1088 - 1096 H / 1667 - 1675 M).
Gurunya di Kuala bernama Syekh ABDUL RA'UF bin ABDUL JABAR bin ABDUL QODIR Bagdad.

PERGI KE BAGDAD dan NAIK HAJI
Pada usia 27 tahun beliau dan teman-temannya di bawa ke Baghdat oleh gurunya (Syekh Abdul Ra'uf). Di sana pernah berziarah ke makamnya Syekh H. Abdul Qodir dan terus menuntut Ilmu Agama Islam pula, kemudian langsung dibawa ke Makkah Mukarramah, untuk menunaikan ibadah haji.
Ketika itu semuanya (rombongan beliau) berada di Baitullah tiba-tiba Syekh Abdul Ra'uf mendapat ilham bahwa diantara santrinya itu akan ada yang mendapat kelebihan (yang menunjukkan tanda kewalian).
Isi ilham tersebut menyatakan bahwa manakala tanda itu telah tampak padanya maka Syekh Abdul Ra'uf harus segera menyuruh orang itu pulang dan harus mencari GOA yang ada di pulau Jawa bagian Barat untuk menetap/bermukim di sana.
Goa itu sebenarnya bekas Syekh H. Abdul Qodir Jaelani sewaktu menerima Ijazah Ilmu Agama Islam dari gurunya yaitu Imam Sanusi.
Pada suatu saat sekitar waktu Ashar Syekh Abdul Muhyi dengan teman-temannya sedang berkumpul di Masjidil Haraan tiba-tiba datanglah cahaya langsung menuju wajah Syekh Abdul Muhyi dan hal itu diketahui oleh gurunya (Syekh Abdul Ra'uf).
Ketika melihat kejadian itu Syekh Abdul Ra'uf terkejut dan ia ingat ilham yang pernah diterimanya. Setelah dipikir-pikir olehnya ia yakin bahwa hal itu ialah tanda kewalian yang sedang ditunggu-tunggunya berdasarkan ilham yang diterimanya.
Namun hal ini dirahasiakan meski kepada santrinya sekalipun.

PULANG DARI MAKKAH MUKARRAMAH


Setelah ada kejadian terhadapa diri Syekh H. Abdul Muhyi itu maka Syekh Abdul Ra'uf dengan tak ragu-ragu lagi, segera membawa mereka pulang ke Kuala, dan setibanya di Kuala segera memanggil Syekh Abdul Muhyi lalu disuruhnya pulang ke Gresik selanjutnya harus mencari Goa yang telah dibicarakan di atas serta apabila telah telah diketemukannya harus menetap di sana.
Setelah Syekh Abdul Muhyi mendapat perintah dari gurunya itu lalu pulang ke Gresik. Setibanya di Gresik beliau memberitahukan segala perintah gurunya kepada Ayah bundanya kemudian mohon izin dan doa restu untuk melaksanakan perintah gurunya itu.
Mendengar keterangan itu ayah bundanya bukan main merasa gembiranya karena putranya telah mendapat kepercayaan dari gurunya, tentu saja segala permohonannya dikabulkan.
Tidak lama kemudian Syekh H. Abdul Muhyi pergi meninggalkan Gresik menuju ke arah barat hingga sampai ke daerah Darma Kuningan Cirebon.

MENETAP DI DARMA KUNINGAN
Pada wakti istirahat di Darma Kuningan beliau disambut oleh penduduk warga di sana dan bercakap-cakap yang kebetulan mereka itu telah menganut agama Islam. Penduduk di sana sangat tertarik oleh perilaku beliau yang ramah itu, lebih-lebih setelah mereka mengetahui bahwa beliau seorang yang berpengatahuan tinggi terutama mengenai Ilmu Agama Islam.
Maka dari itu mereka menahan beliau agar menetap di sana untuk membina, membimbing, dan mendidik mereka atas permohonan mereka itu beliau mengabulkan dan menetap di sana selama tujuh tahun.
Berita Syekh H. Abdul Muhyi menetap di sana tercium oleh ayah bundanya sedangkan tujuan utama beliau itu harus mencari Goa di Pulau Jawa Bagian Barat. Maka dari itu Ayah bundanya menyusul dan ikut menetap di sana untuk sementara.

MENINGGALKAN DARMA KUNINGAN

Kurang lebih tujuh tahun lamanya Syekh Abdul Muyhi beserta Ayah Bundanya menetap disana kemudian mohon diri kepada penduduk di sana untuk melanjutkan perjalan atas perintah gurunya.
Dari Darma Kuningan beliau pergi bersama Ayah bundanya menuju Daerah selatan hingga sampai di daerah Pameungpeuk, Garut Selatan di sana mereka hanya menetap kurang lebih dua tahun. Didaerah itu berkenaan pula karena Ayahnya (Sembah Lewe Wartakusumah) menerima panggilan Allah SWT meninggal dunia dan dimakamkan di kampung Dukuh di tepi Kali Cikaengan.

MENUJU LEBAKSIUH
Dari Peneunpeuk beliau beserta ibundanya pergi menuju Lebaksiuh. Di kampung Batuwangi yaitu di perjalanan ke Lebaksiuh beliau ditahan pula oleh penduduk di sana untuk menetap seperti di daerah lainnya yang pernah beliau singgahi atau lalui.
Dengan beberapa pertimbangan permohonan itu beliau kabulkan pula, selama beliau menetap di sana tidak di dapat keterangan.
Dari sana beliau beserta ibundanya terus menuju Lekaksiuh dan disana menetap kurang lebih selama empat tahun. Sewaktu beliau ada di Lebaksiuh pernah mendapat gangguan dari penganut agama lain, namun tidak menjadi masalah atau kerugian bahkan agalam Islam makin tersebar luas.
Gangguan yang pernah dialami di Lebaksiuh diantaranya belaiu pernah didatangi dua orang tokoh yang bernama Embah Ibra dan Embah Asmun.
Ketika mereka datang kesana menurut keterangan Syekh H. Abdul Muhyi sedang melaksanakan Sholat saat beliau sedang sujud. Keadaan semacam itu dianggap sangat menguntungkan bagi para Embah karena yang dianggap musuhnya itu kebetulan sedang membelakanginya. Pada saat itu juga diantara Embah itu akan menghantam dari belakang. (Entah mau memukul, entah mau menendang) tidak didapat keterangan, pokoknya akan menghantam dari belakang.
Namun karena keramatnya yang diberikan Allah kepada Syekh H. Abdul Muhyi, Embah itu tidak berhasil maksudnya karena tangan dan kakinya terangkat tidak dapat bergerak lagi. Setelah beliau selesai Sholat, waktu melihat kebelakang, beliau kaget melihat orang berdiri di belakangnya dengan anggota badannya terangkat (tangan dan kakinya) lalu bertanya : kenapa anggota badan saudara terangkat begitu ?"
Si Embah menjawab dengan terus terang apa yang akan diperbuatnya tadi dan kemudian memohon ampun dan memohon supaya disembuhkan kembali.
Mendengar keterangan dan permohonan ampunan si Embah itu, lalu Syekh H. Abdul Muhyi memohon kepada Allah SWT, agar si Embah itu dapat di ampungi dan disembuhkan kembali.
Karena Keramatnya itu do'anya dikabulkan. Setelah si Embah sembuh kembali bukan berterima kasih akan tetapi melahirkan rasa takabur dan seketika itu pula salah seorang diantara si Embah itu akan membunuhnya dengan golok panjang yang mereka bawa. Tanpa dipikirkan lagi lalu si Embah mencabut goloknya itu.
Namun apa yang terjadi ? Tak henti-henti goloknya terus menerus menjadi panjang sehingga ukuran kekuatan panjang tangannya sudah habis namun golok tak kunjung keluar dan tak dapat dimasukkan juga tangannya terus melekat pada hulu golok itu.
Dengan kejadian yang kedua kalinya maka Syekh H. Abdul Muhyi bertanya lagi kepada mereka berdua," Apakah kalian mau terus menerus menuruti nafsu angkara murka atau mau mengikuti petunjuk-petunjukku?"
Karena si Embah sudah kepepet atau tak sanggup lagi melayani kekuatan beliau maka dengan rasa yang benar-benar disadari dan diinsyafi mereka menyerah dan akan mengikuti segala petunjuk beliau bahkan sekaligus akan menyerah bersama para pengikutnya (masuk agama Islam). Itulah sebagian kejadian semasa beliau menetap di Lebaksiuh.

Goa Saparwadi

Untuk lebih tenang dan tentram melaksanakan ibadah kepada Allah SWT beliau terus menerus mencari tempat yang dipandang akan lebih tenang dan senantiasa berdo'a kepada Allah SWT semoga Goa yang sedang dicarinya segera ditemukan.
Tak lama kemudian sampailah ke sebuah lembah dan disana menemukan sebuah goa yang tanda-tandanya sesuai dengan petunjuk gurunya. Lembah itu di beri nama "MUJARRAD" yang artinya tempat penenangan (tempat nyirnakeun manah; dalam bahasa Sunda). Tidak jauh dari sana di sebelah timur di bangun sebuah kampung diberi nama "SAFARWADI" artinya berjalan di atas jurang. Kampung itu sekarang disebut "PAMIJAHAN".





KENAPA KAMPUNG ITU DISEBUT PAMIJAHAN ?

Sebab kampung itu sering didatangi orang-orang untuk berziarah ke makamnya Syekh H. Abdul Muhyi Waliyullah. Karena banyaknya yang berkunjung dan waktunya tidak sama, maka keadaan orang disitu hilir mudik seperti ikan yang akan bertelur (mijah dalam bahasa Sunda).
Jadi arti Pamijahan itu benar-benar mempunyai arti tempat ikan bertelur, bukan berarti Pemujaan.
Karena itu mohon dengan hormat kepada para pendatang yang berkunjung ke Pamijahan, benar-benar bermaksud berziarah berdasarkan tuntunan Agama Islam.
Perlu diketahui keluar biasaan Syekh H. Abdul Muhyi, dari manusia biasa, yaitu sebagai berikut :

Kejadian di Lebaksiuh menghadapi Embah Ibra.
Datang di Pamijahan sekitar usia 40 tahun.
Memimpin di Pamijahan sekitar 40 thaun.
Datang di Pamijahan pada bulan Rabiul Awwal
Wafat pada bulan Rabiul Awwal pula.
 Hal ini dianggap luar biasa dari manusia biasa. Dilahirkan sekitar tahun 1069 H/1648 M. Wafat sekitar tahun 1149 H/1728 M.
Tidak didapat keterangan tahun berapa ibunya meninggal hanya diketahui bahwa ibunya pun di makamkan di sebelah selatan Kampung Pamijahan kurang lebih 200 M dari kampung itu sedangkan Syekh G. Abdul Muhyi dimakamkan di sebelah Barat laut Kampung Pamijahan di tepi Kali Cipamijahan.

METODE PENGEMBANGAN AGAMA ISLAM

Beliau itu termasuk seniman, maka cara pengembangan Ilmu Agama Islam dengan seni, diantaranya :
Mengajar membaca Al-Qur'an dengan seni bacanya.
Mengajar do'a-do'a lain dengan istilah mantra atau jampi.
Caranya :
Diwaktu senggang beliau biasa membaca Al-Qur'an tentu saja dengan seni bacanya. Karena seni bacanya yang indah tentu penduduk di sekitar itu tertarik, sehingga banyak yang berdatangan ingin belajar membaca Al-Qur'an.
Coba Renungkan dan simak :




Suara yang mengetarkan bulu roma dengan Pembacaan Kitabulla dalam Shalat

Untuk memenuhi permintaan para pendatang itu beliau tidak langsung memberi pelajaran membaca Al-Qur'an, melainkan :
Hanya belajar lagunya dengan cara senandung
Kemudian diberi cara/syarat mengenai : Memegang, membawa, dan membaca Al-Qur'an.
Cara atau syarat yang dimaksud itu ialah mengenai pembacaan "DUA KALIMAT SYAHADAT" kemudian cara berwudhu dan lain sebagainya, dengan maksud untuk membawa mereka masuh Agama Islam.

Dengan Cara Mantra :
Bagi para petani beliau memberi do'a untuk bercocok tanam agar mendapatkan hasil yang lebih banyak. Bagi para seniman beliau memberi do'a untuk kekuatan badan karena pada masa itu bila ada pementasan kesenian dilanjutkan dengan ada kekuatan dan pada masa itu baru ada grup rebana. Tingkat demi tingkat terus beliau ajarkan seperti mengenai keuntungan atau keutamaan membaca Al-Qur'an dapat menimbulkan ketenangan, kesucian, dan rasa karena Allah. Lebih-lebih membaca Al-Qur'an diwaktu sholat keuntungannya itu berlipat.
Tak heran lagi kalau penduduk di sana serempak minta segera diajarkan cara-cara shalat karena ingin mendapatkan keuntungan yang berlipat dari hasil membaca Al-Qur'an di waktu shalat. Begitulah cara penyampaiannya pada masa itu menurut keterangan yang diperoleh.

PUTRA DAN PUTRINYA
Menurut silsilah yang diterima putera-puterinya ada 18 orang dari Empat orang isteri ialah :
1.   SEMBAH BAHTA
Syekh Abdullah
Dalem Bojong
Syekh Faqih Ibrahim
Ny. Madya Kusumah, diperistri oleh Syekh Najmudin Lengkong Kuningan
2.  SEMBAH AYU FATIMAH
Syekh Kiai Nadzar
Syekh Atam
Ny. R. Usim
Ny. R. Arunah
Ny. R. Hatisah
3.   SEMBAH AYU SELAMAH (R. AJANG HALIMAH) Binti R. Tumenggung Anggadipa
      Wiradadaha ke III Bupati Sukapura (Dalem Sawidak)
Kiai Bagus Muhammad
Ny. R. Siti
Ny. R. Ajeng diperistri oleh R. H. Ajeng Wajah (Syekh H. Abdul Wajah) Makamnya di Gunung Sari Banaraga Ciamis.
4.  SEMBAH AYU WINANGUN
Ny. R. Candra
Ny. R. Ajeng Enur
N. R. Jabaniah
N. R. Ajeng Nidor
R. Bagus Atim
R. Ali Akbar.
HAL-HAL YANG DIANGGAP PENTING

Kebudayaan Asli

Atap rumah berbentuk pelana menjulur dari arah timur ke barat maksudnya mengajak penduduk di situ berkiblat kepada Allah SWT sambil berjema'ah.
Tata tertib Ziarah


Mulai masuk pintu gerbang dilarang :
Merokok, naik sepeda, motor dan lain sebagainya.
Masuk ke makam memakai : Sepatu, sandal, topi, payung kecuali bila keadaan hujan.
Merokok
Menurut keterangan yang diterima beliau suka merokok, namun setelah terjadi sesuatu terhadapnya karena merokok, maka sejak itulah beliau berhenti merokok dan kepada anak cucunya melarang merokok dekat-dekat kepadanya, (jangan sampai tercium baunya) hal ini tentu ada alasannya dan ada hikmatnya.
Dengan adanya larangan itu maka penduduk di sekitar itu mengadakan batas merokok dari semua arah; Barat, Timur, Utara, Selatan. Setelah beliau wafat, batas merokok itu diperluas lagi sebagai penghormatan jasanya, karena sebelum beliau wafat batas merokok itu hanya di sekitar Kampung Pamijahan saja tidak seluas seperti sekarang.
Hikmatnya dari dilarang merokok itu kita ambil kesimpulan bahwa mengenai pekerjaan yang makruh saja sudah dilarang apalagi yang haram.
Barang siapa yang ingin berziarah hendaknya mematuhi tata tertib di bawah ini :
Secara umum diwajibkan lapor/daftar diri ke POS HANSIP di Terminal Kaca-kaca secara khusus mendaftarkan diri ke Staf Kuncen.
Pergi berziarah mohon berbusana muslim, sekurang-kurangnya berpakaian sopan.
Seusai berziarah pergi mengunjungi Goa Saparwadi
Pergi ke makamnya Syekh Khotib Muwahhid di Panyalahan.
Mengindahkan peraturan yang berlaku di sekitar penziarahan Pamijahan, terutama mengenai keteriban keamanan, kebersihan, dan keindahan di makam Pamijahan, Panyalahan, Bengkok, R. Yudanagara Pandawa termasuk di dalam Goa.
Dimohon dengan hormat tidak membuat coretan-coretan pada fisik bangunan (kuburan, dinding makam, pinggir jalan, dan lain sebagainya).
Kalau mau pulang harus pamit dulu kepada kuncen.
Lama berziarah maksimal tiga hari.
Untuk Ke Pamijahan lihat di Peta

Urutan Penembahan Pamijahan yang ada keterangannya :
Sembah Imam Waji bin Siti Madya Kusumah binti Syekh H. Abdul Muhyi
Eyang H. Adam
Eyang H. Na'iim
Eyang H. Amsar
R.H. Abdul Rahman bin R. Yudamanggala (Camat Karang) bin R. Wirayudha (Wadana Karang) sekitar tahun 1800 M.
R. H. Abdul Mu'min bin R. H. Abdul Rahman
Eyang H. Lamri
R. B. Abdullah
R. H. Abdullah Shaleh bin R. H. Abdullah
R. H. Muhammad Shaleh
H. Muhammad Qasim
M. Syukruddin
Sejak penembahan H. Muhammad Qasim sebutan penembahan jadi Kuncen. Mengenai identitas penembahan-penembahan di atas yang diperoleh keterangan hanya seorang yaitu : R. H. Abdul Rahman (Penembahan yang kelima) yaitu : sebagai berikut :
R. H. ABDUL RAHMAN
Tempat/Tgl. Lahir : Lebaksiuh, 1257 H / 1836 M
Tempat/Tgl. Wafat : Pamijahan, 19-04-1341 H / 1920 M
Diangkat menjadi khalifah/Wakil Imam Penembahan Pamijahan berdasarkan Surat Pengangkatan Bupati Sukapura tertanggal : 26 Sya'ban 1304 H/1884 M.

Jadi beliau menjadi penembahan selama 37 tahun sejak tahun 1304 sampai 1341 H. Dibawah pimpinan beliaulah yang pertama membuat benteng makam Syekh Abdul Muhyi yang mulai pada :
Hari/Tanggal : Kamis, 09-04-1314 H. Selesai pada : Hari/Tanggal : Selasa, 12-06-1414 H. Namun di ketemukan tulisan peringatan pada papan di atas pintu makam, tertulis angka : 14 - 07 - 1314 H.
Selanjutnya mengenai pemeliharaan, perbaikan dan perombakan bentuk dan model oleh para penembahan berikutnya lebih-lebih dimasa pimpinan Bapak Kuncen H. Muhammad Qasim banyak perubahan, pembaharuan sesuai dengan tuntunan zaman.

Sebagai Tanda Bukti Peninggalan
Kupiah Haji - Baju Kurung - Jubah - Golok

Benda - benda tersebut ada pada Pak Kuncen, bahkan anjuran dari DEPDIKBUD Sie Kebudayaan benda-benda itu harus dimuseumkan.

Tertib Berziarah
Masuk ke dalam ruangan makam dalam keadaan berwudhu.
Melaksanakan ziarah pertama menurut petunjuk pengantar dan setelah usai keluar mencari tempat lain apabila mau mengadakan kegiatan lain seperti mau membaca Al-Qur'an dan lain sebagainya, mengenai amalan-amalan yang sesuai dengan ajaran Agama Islam, karena di tempat itu hanya khusus untuk berziarah pertama.
Ruangan wanita disediakan khusus sebelah timur kuburan/dengan dibuat ruangan khusus tertutup sebagai pengaman bagi kaum wanita.
Musholla ada disebela utara dari kuburan.
Ruangan lainnya untuk tempat pria selama mereka masih berada di makam untuk melaksanakan amalan-amalan lainnya terutama perbanyaklah membaca Al-Qur'an.
Dilarang dengan sengaja membiasakan makan-makan terutama memasak dikitar lingkungan makam, kecuali bagi mereka yang berpenyakit telat makan dipersilahkan makan makanan ringan.
Dilanjutkan dengan Kisah Para Wali yang lainnya..................
































SILSILAH K.MUHAMMAD ILYAS MENURUT CATATAN KERAJAAN TALAGA MANGGUNG

SILSILAH L.MUHAMMAD ILYAS / KIAI TERBUKA

XXIII.(II).E.    Ratu Putri Cipager hanggarbeni marang Sayed Ibrahim bin Syech Muchyi

Pamijahan >>>:

XXIV.(II).E.1.Tuan  Tapa / Pulasaren  Cirebon.>>>:

XXV.(II).E.1.1  Kiyai  Djenengsundja   >>>:

XXVI.(II).E.1.1.1. Kiyai  Moh Bakir  I.  >>>:

XXVII.(II).E.1.1.1.1. Kiyai Moh Bakir  II.>>>:

XXVIII.(II).E.1.1.1.1.1.  Kiyai Mashud Sepuh / Kertabasuki.>>>:

XXIX.(II).E.1.1.1.1.1.1. H. Fahrodji- Maja >>>:

XXX.(II).E.1.1.1.1.1.1. Kiyai Mashud Anom.>>> :

XXXI.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.  Kiyai Nursalam >>>:

XXXII.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.a. Kiyai  Abdul  Kasim.

XXXII.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.b. Kiyai Nurkamal.

XXXII.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.  Kiyai Dalem Mursada  nkk  Ny.Rd.Barang.>>>:

XXXIII.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.  Kiyai  Erob.>>>:

XXXIV.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.1. Kiyai Baetalpakat(Penghulu Talaga)>>>

XXXV.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.1.1. Kiyai  Djunda>>>

XXXVI.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.1.1.1. Kiyai  Moh  Iksan >>>:

XXXVII.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.1.1.1.a.Ny. Adita.

XXXVII.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.1.1.1.b.Kiyai  M. Satori.

XXXVIII.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.1.1.1.b.1, Moh Padil/Lebe.

XXXVII.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.1.1.1.c.  Kiyai  Azhari

XXXVII.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.1.1.1.d.  Idan.

XXXVII.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.1.1.1.e.  Dopar.

XXXVII.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.1.1.1.f. Ny. Nusipah.

XXXVII.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.1.1.1.g.  Dohara.

XXXVII.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.1.1.1.h.Kiyai Moh Nadori

/Bp. Elu Lebe>>>:

XXXVIII.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.1.1.1.h.1. Ny. Sa’adah.

XXXVIII.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.1.1.1.h.2. Kiyai  Mahfud/

XXXVIII.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.1.1.1.h.3. Ny. Sulhat.

XXXVIII.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.1.1.1.h.4. Ny. Hunah.

XXXVIII.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.1.1.1.h.5. Moh.Abdulrasyid.

XXXVIII.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.1.1.1.h.6. Moh  Yahya.

XXXV.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.1.2. Kiyai Moh  Idris.

XXXIV.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.2.  Kiyai  Sukadjan  >>>:

XXXV.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.2.1.  Sardjan  Hasuni.

XXXV.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.2.2.  Ariksan.

XXXV.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.2.3.   Bantam.

XXXV.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.c.1.2.4.  Supi.

XXXII.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.d.  Kiyai Ketib  Djero Maja.

XXXII.(II).E.1.1.1.1.1.1.1.e.  Kiyai Akramudin- Kawunggirang.

XXVIII.(II).E.1.1.1.1.1.2. Kiyai  Nasamudin.>>>:

XXVIX.(II).E.1.1.1.1.1.2.1.  Nini Komar>>>:

XXX.(II).E.1.1.1.1.1.2.1.1.  Kiyai  Abdul Komar- Rajagaluh.

XXVIII.(II).E.1.1.1.1.1.3.  Nini Ardjaen>>>

XXIX.(II).E.1.1.1.1.1.3.1. Kiyai  Ardjaen.

XXX.(II).E.1.1.1.1.1.3.1.1. Kiyai  Abdul  Azis (Penghulu

Agung Cirebon)

XXVI.(II).E.1.1.1.1.2.  Kiyai  Djeneng  Djapari.

XXVI.(II).E.1.1.1.1.3.  Kiyai  Ketib  Anom.>>>:

XXVII.(II).E.1.1.1.1.3.1. Kiyai  Ciroke >>>:

XXVIII.(II).E.1.1.1.1.3.1.1. Kiyai  Gede >>>:

XXIX.(II).E.1.1.1.1.3.1.1.a.  Ny. Rd. Rafi’i.>>>:

XXX.(II).E.1.1.1.1.3.1.1.a.1. Kiyai  Sudji’ah.

XXX.(II).E.1.1.1.1.3.1.1.a.2.  Ny. Sarah.

XXIX.(II).E.1.1.1.1.3.1.1.b.  Ny. Akmaliyah.>>>:

XXX.(II).E.1.1.1.1.3.1.1.b.1. Kiyai  Kasan.

XXX.(II).E.1.1.1.1.3.1.1.b.2.  Ny. Ruslan Atmadisastra.

XXIX.(II).E.1.1.1.1.3.1.1.c.   Ny.  Karwisah.

XXIX.(II).E.1.1.1.1.3.1.1.d.   Ny. Modin Gede >>>:

XXX.(II).E.1.1.1.1.3.1.1.d.1. Modin Lor .

XXX.(II).E.1.1.1.1.3.1.1.d.2.  Akdam.

XXX.(II).E.1.1.1.1.3.1.1.d.3.  M. Sastrawidjaya.

XXX.(II).E.1.1.1.1.3.1.1.d.4.  Ny. Kasiyem.

XXVI.(II).E.1.1.1.1.4.  Kiyai  Mas  Saleh.>>>:

XXVII.(II).E.1.1.1.1.4.1. Aki  Maspiah.

XXVII.(II).E.1.1.1.1.4.2. Aki  Arkipah

XXVII.(II).E.1.1.1.1.4.3.  Aki   Adam.

XXVII.(II).E.1.1.1.1.4.4.  Kiyai  Ketib  Anom >>>:

XXVIII.(II).E.1.1.1.1.4.4.a.  Rd. Kartadikusumah.

XXVIII.(II).E.1.1.1.1.4.4.b.  Kiyai  Satariyah  >>>:

XXIX.(II).E.1.1.1.1.4.4.b.1.  H.M. Arsyad.

XXIX.(II).E.1.1.1.1.4.4.b.2.  Abdurachim

XXIX.(II).E.1.1.1.1.4.4.b.3.  M. Mukadjan.

XXIX.(II).E.1.1.1.1.4.4.b.4.  Ny. Mukan.

XXIX.(II).E.1.1.1.1.4.4.b.5.  Ny.  Gebog.

XXIX.(II).E.1.1.1.1.4.4.b.6.  Ny. Arbiyah

XXVIII.(II).E.1.1.1.1.4.4.c.  Ketib  Kulon.

XXVIII.(II).E.1.1.1.1.4.4.d.  Rd.  Hampi.

XXVIII.(II).E.1.1.1.1.4.4.e.  Rd.  Sipah.

XXVIII.(II).E.1.1.1.1.4.4.f.  Rd. Alipah

XXVIII.(II).E.1.1.1.1.4.4.g.  Ny. Muki.

XXVIII.(II).E.1.1.1.1.4.4.h.   Ny. Nasih

XXVII.(II).E.1.1.1.1.4.5.  Nini  Raksagopara – Cigowong.

XXVII.(II).E.1.1.1.1.4.6.  Ny. Katidjah.

XXVII.(II).E.1.1.1.1.4.7.  Kiyai Mas Bakir >>>

XXVIII.(II).E.1.1.1.1.4.7.a.  Kiyai  Hasan  Muhamad.

XXVIII.(II).E.1.1.1.1.4.7.b.  Ny.  A s a p.

XXVIII.(II).E.1.1.1.1.4.7.c.  Ny.  A m a h.

XXVIII.(II).E.1.1.1.1.4.7.d.  Ny.  T a b u h.

XXVIII.(II).E.1.1.1.1.4.7.e.  H. Moh Badarudin.

XXVIII.(II).E.1.1.1.1.4.7.f. Ny. Mas  Arap.



XXIV.(II).E.2.Mangkubumi / Maja.

XXIV.(II).E.3. , Kiyai  Terbuka /Kiyai Muhammad ilyas/ dukuh cibeureum nkk embah siti Fatimah panjalu >>>:
XXIV.(II).E.3.1.1 embah uji nkk kiyai iliyin
XXIV.(II).E.3.1.1a Kiyai qurtubi nurunken ulama di bunter malausma
XXIV.(II).E.3.1.1b ,kiyai satibi nurunken ulama di kasturu cikijing
XXIV.(II).E.3.1.2, Kiyai Altifan nkk Embah dewi
XXIV.(II).E.3.1.2 a, embah lani
XXIV.(II).E.3.1.2b, embah niah
XXIV.(II).E.3.1.2c, Masminah
XXIV.(II).E.3.1.2d.Kiyai  abiduloh nkk Ny Rd Iok lungsuran ti Rd arya saca dilangga
XXIV.(II).E.3.1.2e,Kiyai hasan
XXIV.(II).E.3.1.2f,Kiyai Muhammad yasin
XXIV.(II).E.3.1.3 ,embah nasripah nkk Kiyai paturohman nurunken ulama di wilayah banjaran





SEJARAH PENULISAN SILSILAH

SEJARAH SINGKAT DAN SILSILAH
KETURUNAN ALMAGHPUROH KH. MUHAMAD ILYAS
Sebelum lebih jauh penulis  membeberkan sejarah ini, penulis atas nama pribadi mohon maaf yang sebesar besarnya, khususnya kepada Alloh SWT, dan kepada kaum muslimin yang membaca sejarah singkat ini, atas segala khilapan yang pasti terjadi,
tujuan penulisan sejarah singkat ini yang paling utamanya adalah untuk mempererat tali silaturahmi di antara duriah,untuk itu kepada segenap duriah dari seluruh bani, dengan segala kerendahan diri dan kekurangannya,penulis momohon keridloannya untuk memberi masukan,agar sejarah ini segera mendekati kesempurnaan.
Para pembaca yang penulis hormati
Sejarah ini awal mulanya penulis terima dari bapak penulis sendiri yaitu almarhum K.Soleh Muhyidin (semoga Alloh menempatkan di tempat yang mulia)kemudian K.Ghojali,dan K.Iad suryadi  yang di ketahuinya dari hasil bertanya kepada guru gurunya dan hasil rajinnya bersilaturahmi kepada sodara sodara nya yang beliau ketahui,pada saat itu penulis masih kecil, namun alhamdulilah pada waktu itu, penulis rajin mencatatkan nama nama duriah yang beliau terangkan, sehingga menjadi sebuah buku,yang kumplit,namun amat di sayangkan buku catatan itu telah rusak di makan usia,hanya sebagian saja yang bisa di baca,
Selanjutnya pada tahun 2009,seorang kiyai yang bernama K. Abdul kholik  dari ciamis datang bersilaturahmi ke rumah penulis, yang intinya menanyakan tentang silsilah keturunan,yang beliau dengar dari sepuhnya, dan dari sanalah akhirnya penulis beserta K.Abdul kholik  bermodal kan catatan yang telah sebagaian rusak itu selama hampir satu tahun, menelusuri duriah dari satu desa ke desa yang lainnya, dari satu kecamatan ke kecamatan yang lain, dan dari pesantren ke pesantren,yang lainya di antara Ulama dan para Kiyai yang di temui di antaranya
1.KH.Cece malausma dari beliau dapat di selusuri silsilah dari bani Uji atau Iliyin
2.KH.Abdul Aziz dari pst Sukamanah dari beliau dapat di selusuri silsilah dari bani syaripah
3.KH.Endun dari Cibeureum ,dari beliau dapat di selusuri silsilah dari bani Altipan
Dan banyak lagi para ulama yang penulis temui untuk, mengsohehkan silsilah Almaghfuroh KH.Muhammad ilyas ini .

Dan setelah silsilah tersebut di perkirakan mendekati ke sohehan alhamdulilah pada tahun 2011
haol pertama dilaksanakan, dan di hadidiri sekitar 300 orang, haol ke dua tahun 2012 di hadiri oleh 800 orang dan haol ke tiga tahun 2013 dihadiri oleh 1200 lebih dan haol ke 4 di hadiri oleh 1500 lebih


SILSILAH LELUHUR ALMAGHFOROH KH.MUHAMMAD ILYAS.

Tentang silsilah leluhur KH.Muhammad ilyas banyak persi yang penulis temui, setidaknya ada 4 persi, dan walohualam kebenarannya di antaranya
1.       Bahwa KH.Muhammad ilyas adalah putra Syekh pakih Ibrahim cipager, bin Syekh H.Abdul muhyi pamijahan
2.       Bahwa KH.Muhamad ilyas adalah putra K Ibrahim brahma,bin syekh Ibrahim cipager,bin syek H.Abdul muhyi pamijahan.
3.       Bahwa KH.Muhammad ilyas adalah putra Embah bahim kaum girang, bin embah nurjaen kalamaten Cirebon.
4.       Bahwa KH.Muhammad ilyas putra mbah kiyai terbuka ,bin syekh paqih Ibrahim,bin syekh H.Abdul muhyi

Dari sekian banyak persi tersebut,penulis temui bahwa  persi yang petama, dan ke empat adalah yang paling banyak menjadi keyakinan para duriah,

Tentang mana yang benar dari semua persi tersebut, penulis hanya bisa mengucapkan Wallohualam, namun yang pasti Almaghfuroh adalah orang mulia, dan di lahirkan dari silsilah yang mulia, untuk itu semoga, dengan banyaknya persi ini, tidak menjadi perdebatan, apalagi masalah bagi duriah beliau ,justru yang diharapkan, dengan banyaknya persi ini, akan menambah, kesemangatan untuk menggali sejarah Almaghfuroh, dan makin eratnya Silaturahmi pada semua keturunan beliau.










SILSILAH KETURUNAN
ALMAGFOROH KH.MUHAMMAD ILYAS
1.KH.Muhammad ilyas beristrikan seorang putri dari panjalu yang bernama mbah siti Fatimah konon belio adalah putrid dari keturunan raja raja galuh
Almaghfuroh dikeruniai 3 orang anak 1. Anak laki laki dan 2 anak perempuan.
1.1   Anak pertama almaghpuroh bernama Mbah Uji dan di tikahkan kepada seorang santri bernama
Mbah Iliyin, kemudian beliau mendirikan pesantren di daerah Bunter lebak wangi…
Dari pernikahan beliau di keruniai 2 anak laki laki yang bernama K.Koyubi dan K Satibi
1.1.1Kemudian putra beliau yang pertama yaitu K.Koyubi melahirkan duriah dan alim ulama di wilayah
malausma dan sekitarnya,..(Silsilah dapat di selusuri dari KH.Cece  dan haji nuh malausma )
1.1.2 dan putra beliau yang kedua yaitu K Satibi melahirkan duriah dan alim ulama di wilayah Kasturi,
bagja sari dan sekitarnya..( Silsilah dapat di selusuri dari KH.Nur kasturi )

1.2   Anak kedua almaghfuroh adalah Mbah K.Altipan menikah dengan mbah dewi dan dikaruniai 6 orang anak 3 laki laki,3  perempuan
1.2.1          Anak pertama K.Altipan adalah Mbah lani melahirkan silsilah di sanding, dan nagara kembang,
1.2.2          Anak kedua K Altipan Adalah Mbah Niah melahirkan silsilah di daerah sidaraja,cidadap,cinta asih
1.2.3          Anak ke tiga K.Aktifan adakah Embah abiduloh, melahirkan generasi di Dukuh cibeureum,cicurug,cingambul,banjaran
1.2.4          Anak ke empat K.Altifan adalah embah Hasan melahirkan silsilah  di daerah cibulakan, padarek
1.2.5          Anak ke lima K.Altifan adalah embah masminah melahirkan keturunan di bangbayang.
1.2.6          Anak ke enem K.Altifan adalah embah M.Yasin melahirkan silsilah di banjaran sari .
( Silsilah dapat di selusuri dari K.Burhan Kholik lemahhabang Atau KH.Endun Cibeureum )
1.3   putri ke 3 almagfuroh adalah Bernama Mbah syarifah diperistri oleh se orang ulama bernama K.Fathurahman melahirkan silsilah di daerah situraja,genteng, sukamanah,nagara kembang..      ( Silsilah dapat di selusuri dari K.Abdul Kholik  ciamis, atau K.Abdul aziz sukamanah banjaran )

Untuk mukodimah tahun ini baru di sampaikan seperti ini
Kepada seluruh duriah, di mohon keihlasannya untuk melengkapinya.




















MUKODIMAH PENGARANG

MUKADIMAH PENGARANG

        Sega puji bagi Alloh yang mengkhususkan bagi diri-Nya keabadian,dan menghukumkan bagi selain-Nya kepanaan,dan telah menjadikan kematian milik orang kafir dan orang islam; yang dengan ilmun-Nya telah menjelaskan segala hukum dengan terperinci,dan yang telah menjadikan akhirat penghabisan dari hari-hari yang dijanjikan dan yang telah merancang hal tersebut bagi hambanya yang mulia.
        Semoga Alloh mencucuri rahmat-Nya kepada pemimpin kami,Nabi Muhammad ,Rosul Alloh pemilik alam semesta,dan kepada keluarga serta sahabatnya yang mendapat keistimewaan yang berlimpah di dalam surga.
        Amma ba’du
        Alloh SWT telah berfirnan



Senin, 06 Oktober 2014

ASSALAMUALAIKUM WAROHMATULLOHI WABAROKATUH

Assalamualaikum,warohmatullohi wabarokatuh....salam ukhuwah penuh cinta dan kasih sayang...
Blog ini dipersembahkan buat seluruh kaum muslimin umumnya dan seluruh duriah KH.MUHAMMAD ILYAS, agar jalinan silaturahmi antara duriah makin erat.....